Pages

Bahan Kontras

Bahan Kontras merupakan senyawa-senyawa yang digunakan untuk meningkatkan visualisasi (visibility) struktur-struktur internal pada sebuah...

Physic Radiation

Sinar X adalah salah satu radiasi gelombang elektromagnetik buatan yang memiliki panjang gelombang sangat pendek 10-7m...

CT-SCAN

Pemeriksaan CT Scan Thorax

Kedokteran Nuklir

Kedokteran nuklir adalah bidang kedokteran yang memanfaatkan materi radioaktif untuk menegakkan diagnosis, terapi penyakit serta penelitian...

MRI(Magnetic Resonance Image)

MRI( Magnetic Resonance Imaging ) merupakan suatu alat diagnostik mutakhir untuk memeriksa dan mendeteksi tubuh anda...

Selasa, 21 Mei 2013

TEORI KWANTUM RADIASI


Hukum klasik menyatakan besarnya tenaga radiasi sebagai fungsi dari pada frekwensi dan suhu mutlaknya.
Besarnya tenaga radiasi persatuan frekwensi persatuan volume didalam medan radiasi telah dihitung oleh Rayleigh – Jeans (1900)  , dan  untuk frekwensi tinggi oleh Wien ( 1896 ). Kedua hukum ini menunujukkan adanya sifat diskontinu dari tenaga radiasi untuk frekwensi menengah, dimana besarnya tenaga menjadi tak hingga . Dilemma ini dipecahkan oleh Max Planck ( 1901 ) dengan menurunkan suatu rumus interpolasi terhadap hukum Rayleigh-Jeans dan Wien.
Menurut Max Planck didalam penyerapan maupun dalam pancaran radiasi oleh benda hitam , jumlah tenaga selalu bersifat diskrit dan harganya selalu merupakan kelipatan bulat dari kwanta tenaga tertentu.Kwanta-kwanta tenaga tersebut tergantung pada frekwensi radiasi dan besarnya dinyatakan dengan :

                                                              E  =  h f

Dimana : h = 6,625 x 10 -34 joule.sekon = 6,625 x 10 –27 erg.sekon

Dengan gagasan Planck ini , mulailah terjadi perubahan pola pikir dalam fisika dengan berpedoman pada sifat kwantisasi dari tenaga, dan dari hubungan panjang gelombang l (lamda) , frekwensi ( f ) dan kecepatan rambat gelombang c , sehingga rumus dapat ditulis menjadi :
           h c

                                                                           E  = ---------

         l
dengan memasukkan harga-harga :   h  = 6,625 x 10 –27 erg.sekon
                                                            c = 3 x 1010 cm/sekon,
maka tenaga kwanta dalam erg adalah :
                                                           6,625 x 10 –27  x   3 . 1010     erg.cm
                                                         E ( erg ) = ----------------------------------------------
l        ( cm )

                                                                  1,99  x 10-16
                                                       =    -----------------------   erg
                                                                           l
misalnya sinar gamma dengan l = 10-10 cm , akan memiliki tenaga dalam setiap kwanta sebesar 1,99 x 10-6 erg.
Dalam teori  atom , satuan tenaga dinyatakan dengan elektronvolt yang disingkat dengan ev.
Satu elektronvolt didefenisikan sebagai besarnya tenaga yang dimiliki oleh sebuah benda yang muatannya sebesar muatan elektron , jika kepadanya diberikan tegangan listrik sebesar 1 volt.
1 ev = 1,6 x 10-19 Joule = 1,6 x 10-12 erg.
Dengan ini rumus E (tenaga ) menjadi :
                                                                    1,99 x 10-16                 1,24 x 10-4
                                                     E ( ev ) = -------------------  =     ------------------
                                                                     1,6  x 10-12  l                       l( cm)
Bila tenaga dinyatakan dalam  Mega-elektronvolt ( Mev ) dan panjang gelombang dalam nanometer, dimana 
                        1 Mev =  106  ev
                         1 nm   = 10-9 m = 10 –7 cm
maka akan kita dapatkan rumus :
                                                               1240
                                                  E  =  -----------   x  10 –6
                                                               l( nm)
Didalam perkembangannya , teori kwantum radiasi dari Planck mendapat  kesulitan dalam menerangkan beberapa peristiwa , yaitu :
a.       Pancaran sinar x  :
Sinar ini sebagai suatu radiasi dapat mengionisasi atom-atom atau molekul-molekul      gas yang dilaluinya , yang berarti sinar x  dapat melepaskan elektron dari atomnya.
b.      Efek foto listrik :
Suatu berkas sinar yang jatuh pada sebuah permukaan logam dapat mengeluarkan elektron-elektron dari permukaan logam . Disini terlihat bahwa gelombang radiasi sinar x dapat mempunyai interaksi dengan materi.
c.       Efek Compton
Peristiwa ini menunjukkan adanya interaksi sinar x dengan inti atom ringan , dimana sebuah berkas sinar –x  yang menumbuk sebuah inti atom didalam rambatannya akan terhambur dengan mengalami perubahan panjang gelombang.
Disini Comptom memandangnya sebagai suatu peristiwa tumbukan elastis antara dua benda yang mempunyai massa sama , yaitu sebesar massa dari inti atom yang ditumbuk oleh sinar.x  Dengan menggunakan hukum kekekalan  momentum dan hukum kekekalan tenaga untuk peristiwa ini , Compton dapat menghitung besarnya perubahan panjang gelombang yang dialami oleh sinar x tersebut , 



 
                       h
l  - l0   = ----------- ( 1 – cos j )
                     m0 c
Pada tahun 1905  Albert Einstein mengatasi kesulitan  untuk menerangkan peristiwa-peristiwa diatas berdasarkan efek foto listrik. Tenaga radiasi mempunyai sifat terkwantisasi dalam penyerapan , pemancaran dan juga dalam perambatannya.
Jadi Einstein lebih menekankan bahwa radiasi memiliki sesuatu butiran ( photon ) tenaga yang besarnya adalah seperti pada rumus :
                                            E  = h f ,
oleh karena itu teori ini dikenal sebagai teori photon dari Einstein.
Didalam efek photo listrik , berkas sinar yang jatuh pada permukaan logam akan memiliki tenaga sebesar  h.f  dan tenaga ini diubah untuk mengeluarkan elektron-elektron dari permukaan logam
Persamaan yang diturunkan oleh Einstein  untu efek foto listrik adalah :
H f    = 2 mV 2   +  e F
Dimana  : h.f     = tenaga photon yang datang.
              2 mV 2  = tenaga kinetis elektron-elektron
               e F   = work function dari elektron.

SINAR X

DEFINISI dan SEJARAH
Sinar X adalah salah satu radiasi gelombang elektromagnetik buatan yang memiliki panjang gelombang sangat pendek 10-7m s/d 10–9 m sehingga memiliki daya tembus yang tinggi terhadap material yang dilaluinya.
Radiasi dibagi menjadi 2 jenis :
1. Radiasi Pengion
2. Radiasi Non Pengion
• Pada tahun 1895, Roentgen (Wilhelm Conrad Roentgen, Jerman, 1845-1923), seorang profesor fisika dan rektor Universitas Wuerzburg di Jerman melakukan penelitian tabung sinar katoda. Ia membungkus tabung dengan suatu kertas hitam agar tidak terjadi kebocoran fotoluminesensi dari dalam tabung ke luar. Lalu ia membuat ruang penelitian menjadi gelap. Pada saat membangkitkan sinar katoda, ia mengamati sesuatu yang di luar dugaan. Pelat fotoluminesensi yang ada di atas meja mulai berpendar di dalam kegelapan. Walaupun dijauhkan dari tabung, pelat tersebut tetap berpendar. Dijauhkan sampai lebih 1 m dari tabung, pelat masih tetap berpendar. Roentgen berpikir pasti ada jenis radiasi baru yang belum diketahui terjadi di dalam tabung sinar katoda dan membuat pelat fotoluminesensi berpendar. Radiasi ini disebut sinar-X yang maksudnya adalah radiasi yang belum diketahui.
Tahun 1895 itu Roentgen melakukan penelitian sinar-X untuk mengetahui sifat-sifatnya. Berikut ini adalah sifat-sifat sinar-X:
• Sinar-X dipancarkan dari tempat yang paling kuat tersinari oleh sinar katoda.
• Intensitas cahaya yang dihasilkan pelat fotoluminesensi, berbanding terbalik dengan kuadrat jarak antara titik terjadinya sinar-X dengan pelat fotoluminesensi. Meskipun pelat dijauhkan sekitar 2 m, cahaya masih dapat terdeteksi.
• Sinar-X dapat menembus buku 1000 halaman tetapi hampir seluruhnya terserap oleh timbal setebal 1,5 mm.
• Pelat fotografi sensitif terhadap sinar-X.
• Ketika tangan terpapari sinar-X di atas pelat fotografi, maka akan tergambar foto tulang tersebut pada pelat fotografi. Skema peralatan ditampilkan pada Gambar 2. Foto tulang tangan yang diambil pada saat itu ditampilkan pada Gambar 3.
• Lintasan sinar-X tidak dibelokkan oleh medan magnet (daya tembus dan lintasan yang tidak terbelokkan oleh medan magnet merupakan sifat yang membuat sinar-X berbeda dengan sinar katoda).

1. Daya tembus
Sinar X dapat menembus bahan atau massa yang padat
2. Penyebaran
Apabila berkas sinar x melalui suatu bahan atau suatu zat, maka berkas sinar
tersebut akan bertebaran keseluruh arah, menimbulkan radiasi sekunder(radiasi hambur) pada bahan atau zat yang dilalui
3.
Penyerapan ( Absorbtion )
Sinar x dalam radiografi diserap oleh bahan atau zat sesuai dengan berat atom atau kepadatan bahan atau zat tersebut.
4. Fluoresensi
Sinar x menyebabkan bahan-bahan tertentu seperti kalsium tungstat atau zink sulfide memendarkan cahaya (luminisensi).
5. Ionisasi
Sinar x apabila mengenai suatu bahan atau zat dapat menimbulkan ionisasi partikel-partikel atau zat tersebut
6. Efek Biologi
Sinar x akan menimbulkan perubahan-perubahan biologi pada jaringan. Efek biologi ini yang dipergunakan dalam pengobatan radioterapi
7. Fotografi
Sinar X dapat menghitamkan film
PROSES PEMBANGKITAN SINAR X
Syarat syarat terjadinya sinar X :
• Adanya emisi elektron yang didapat dari pemanasan filament
• Beda potensial yang tinggi.
• Focusing Cup,untuk mengarahkan arah laju elektron
• Ada target, material khusus untuk tumbukan elektron
• Lintasan elektron Hampa Udara

• Filament pada katoda dipanaskan sehingga terbentuk emisi elektron.Saat tegangan tinggi di alirkan pada kutub anoda dan katoda,maka elektron akan bergerak ke arah anoda dan menumbuk target.Hasil tumbukan ini mengakibatkan terjadinya beberapa reaksi sehingga 99% energi dikonversi menjadi panas dan 1% menjadi sinar X.
• Laju elektron diarahkan dengan focusing cup
• Lintasan elektron harus hampa udara
1. Pemanasan Filament
Pemanasan filament akan menghasilkan emisi elektron.Arus pemanasan filament (Ih) biasanya berkisar 2A – 9A
2. Tegangan Tinggi (KV)
Tegangan tinggi pada anoda (+) dan katoda (-) berkisar antara 40KV-150 KV.Tegangan ini berfungsi untuk menarik elktron dari katoda ke anoda.
3. Rotary anoda
Saat elektron akan menumbuk target pada anoda, anoda berotasi untuk memberikan spot / titik tumbuk yang merata.
4.Tabung sinar X harus hampa udara,agar elektron bisa melintas dari katoda menuju anoda
5. Karena 99% energi hasil tumbukan elektron diubah menjadi panas,maka tabung X Ray dilapisi dengan gelas envelope dan oli pendingin untuk sirkulasi panas dan isolasi terhadap tegangan tinggi yang ada pada anoda dan katoda.
Interaksi Materi
Saat elektron bertumbukan dengan material khusus pada target,akan terjadi proses yang menghasilkan radiasi:
1. Proses eksitasi
2. Proses Bremstrahlung
Proses Eksitasi
• Proses eksitasi adalah proses berpindahnya elektron ke kulit yang lebih luar, proses ini akan diikuti oleh proses de-eksitasi yaitu berpindahnya elektron dari kulit yang lebih luar mengisi posisi kosong yang ditinggalkan elektron tersebut.
• Pada proses de-ekitasi ini akan diikuti dengan memancarkan radiasi sinar-x karakteristik
Proses Bremsstrahlung
• Apabila elektron yang bergerak mengenai suatu atom,maka secara tiba2 laju elektron diperlambat secara drastis oleh atom tersebut sehingga mengubah arah lajunya.Saat proses perlambatan ini,elektron melepaskan energi berupa sinar X Bremstrahlung
• Makin besar nomor atom bahan penyerap akan menghasilkan fraksi sinar-x bremsstrahlung yang lebih besar
PARAMETER UTAMA DALAM PROSES PEMBANGKITAN X RAY
Tegangan Tabung (kV)
• Mempercepat elektron menuju katoda.
• Semakin tinggi tegangan yang diberikan akan semakin tinggi daya tembus sinar-x terhadap objek.
Arus Tabung
• Filamen (katoda) adalah sebagai sumber emisi elektron yang dipengaruhi oleh besarnya arus filamen (Ih) yang diberikan, makin tinggi arus maka jumlah elektron akan semakin banyak pula.
• Intensitas sinar-x yang dihasilkan akan berbanding lurus dengan jumlah elektron yang menumbur target per detik.
• Intensitas sinar-x yang dihasilkan berbanding lurus dengan besarnya arus tabung (mA)
Material Target (anoda)
• Material pembentuk target (anoda) akan sangat mempengaruhi jumlah sinar-x per unit yang dihasilkan
• Material juga akan mepengaruhi sinar-x type mana yang akan dihasilkan (karakteristik atau bremsstrahlung).

sumber : http://www.babehedi.com/search/label/FISIKA%20RADIASI 

DASAR-DASAR TEKNIK PENCITRAAN MRI ( MAGNETIC RESONANCE IMAGING )

PENDAHULUAN
Pencitraan resonansi magnetik atau lazim disebut MRI ( singkatan dari Magnetic Resonance Imaging ) awalnya disebut NMR ( Nuclear Magnetic Resonance). Hal ini disebabkan dasar pencitraan bersumber pada pemanfaatan inti atom ( Nucleus ) positif ( proton ) yang berinteraksi dengan gelombang radio dalam medan magnet yang kuat. Namun karena presepsi masyarakat luas yang negatif jika menggunakan istilah “ nuklir “ yang merupakan dampak dari taruma dari penggunaan energi nuklir dalam bidang militer maka NMR tidak dipopulerkan dan diganti menjadi MRI.
Saat ini pemeriksaan MRI berkembang sangat pesat karena selain mampu menyajikan informasi diagnostik dengan tingkat akurasi yang tinggi, juga bersifat non-invasive ( Non-Traumatis ), tidak ada bahaya radiasi ( Radiation Hazard ) serta menyuguhkan gambar – gambar organ dari berbagai irisan ( Multi planar ) tanpa memanipulasi tubuh pasien.
PENGETAHUAN DASAR SISTEM MAGNET
Magnet pertama kali ditemukan di Asia ( Magnesia ) kira-kira 2640 tahun sebelum masehi dan berwujud batu-batu magnet. Oleh karena banyaknya magnit alam tidak seberapa dan demikian juga kekuatan unsur-unsur kemagnitannya yang kecil sekali, maka magnet alam ini tidak banyak digunakan lagi.
Magnet buatan atau magnet artificial dapat dibuat dari baja yang digosok-gosokan dengan batang magnit atau dengan memasukan baja itu kedalam kumparan
yang dialiri arus listrik searah ( DC ). Magnet buatan ada dua macam yaitu magnet tetap ( Permanent Magnet ) dan magnet sementara ( Temporary Magnet ).

HIPOTESIS WEBER

Untuk menerangkan berbagai hal tentang magnet,Weber menyusun hipotesisnya sebagai berikut :
a. Semua magnet terdiri dari atom-atom magnetic yang dinamakan magnet-magnet molekuler atau magnet elementer.
b. Pada benda yang bersifat magnet, magnet-magnet elementer diarahkan sedemikian sehingga kutub-kutub utaranya mengarah ke suatu arah yang sama dan demikian sebaliknya untuk kutub-kutub selatan.
c. Pada benda yang tidak bersifat magnet kedudukan magnet-magnet elementer tidak teratur, tetapi sebagian besar membentuk lingkaran-lingkaran tertutup dimana kutub utara berhadapan dengan kutub selatan sehingga mengadakan keadaan yang seimbang.
HUKUM TOLAK MENOLAK DAN TARIK MENARIK
Lokasi dimana terdapat pengaruh kemagnitan disebut medan magnet. Secara sederhana medan magnet dapat diperlihatkan dengan menabur serbuk besi diatas selembar kertas yang dibawahnya ditaruh batang magnet sehingga tampak garis-garis dengan arah tertentu yang dibentuk oleh serbuk besi tersebut.
Garis-garis ini disebut garis magnet atau garis magnitisme. Garis magnitisme disebut juga garis induksi. Setiap garis ( satu garis ) dinamakan “ Maxwell “ dan jumlah garis yang masuk dan meninggalkan kurub disebut “ Flux Magnet “ ( O ), sedengkan tingkat kerapatan garis gaya magnet tersebut ( induksi magnet )
menunjukan kekuatan medan magnet ( B ) yang ditentukan oleh banyaknya flux magnet dalam suatu luas area tertentu ( A ) sehingga kekuatan medan magnet dapat diformulasikan sebagai berikut :
B= O / A
Satuan untuk mengukur kekuatan medan magnet adalah Weber / m2 atau Tesla.
Kutub-kutub magnet yang senama apabila didekatkan akan tolak menolak, sebaliknya yang tidak senama akan tarik menarik. Menurut hukum coulomb besar gaya tolak menolak dan tarik menarik dua kutub sebanding dengan kekuatan kutub-kutub itu dan berbanding terbalik dengan kuadran jarak kedua kutub tersebut;
K = M1.M2 / D2
K = Gaya tolak / tarik ( dynes )
M1 = kuat kutub pertama dalam satuan kutub utara ( SKU )
M2 = kuat kutub kedua dalam satuan kutub utara ( SKU )
D = jarak antara kedua kutub

SKU adalah kuat kutub magnet yag diletakan sejauh 1 cm dalam kutub lain yang sama kuatnya dan dapat membangkitkan gaya tarik atau tolak sebesar 1 dyne ( 1 gram = 981 dyne ). Banyaknya garis gaya magnet yang dikeluarkan oleh sebuah kutub adalah :
O = 4 M
= 4 ( 3,14 ) M
= 12,57 M
M = Kuat kutub dalam SKU
KEMAGNITAN LISTRIK
Hubungan antara listrik dan kemagnitan dan listrik adalah bahwa magnet dapat dibuat dengan menggunakan arus listrik sebaliknya tenaga listrik dapat dibangkitkan dengan menggunakan magnet. Orang yang pertama kali melakukan penelitian tentang hubungan tersebut adalah Oersted tahun 1819.
Medan magnet dapat timbuk pada sekitar kawat berbentuk lurus maupun melingkar. Sebuah selonoida adalah kawat penghantar listrik yang digulung menjadi sebuah kimparan panjang. Medan magnet yang sitimbulkan oleh suatu kumparan yang dialiri listrik lebih kuat daripada medan magnet yang ditimbulkan oleh sebuah lingkaran saja. Bila didalam kumparan itu ditempatkan inti besi lunak, maka kemagnetannya jauh lebih besar lagi.
Susunan kumparan dari inti besi lunak itu disebut “ elektromagnet “ . keuntungan elektromagnet adalah :
1. Dengan mengambil jumlah lilitan yang banyak dan arus yang kuat dapat diperoleh kemagnetan yang kuat sekali.
2. Bila arus diputus, sifat kemagnitan dapat hilang sama sekali.
3. Kekuatan magnetnya dapat diubah ubah dengan mengubah kuat arusnya.
4. Cara menyimpannya tidak memerlukan apa-apa seperti halnya dengan magnet permanen.
5. Kedua kutubnya dapat ditukar.
Solenoida adalah suatu lilitan kawat atau kumparan yang rapat. Jika solenoida menggunakan teras udara, maka besarnya medan magnet pada pusat dan ujung solenoida adalah sebagai berikut :
B pada pusat solenoida adalah : UO . i . n

Diketahui UO = K . 4
Jika K adalah suatu ketetapan bernilai 10-7 weber / meter ampere
Maka UO = 4 10-7 weber / meter ampere. Jika n = N/ I maka :
B = UO . i . N/L
Dimana : n = jumlah lilitan tiap satuan panjang
I = panjang lilitan
N = jumlah lilitan
Sementara itu kuat medan magnet pada ujung solenoida adalah :
B = UO . i . N/2
Sementara itu kuat medan magnet pada ujung solenoida adalah :
B = UO . i . N/2
Apabila solenoida dilengkungkan maka sumbunya membentuk sebuah lingkaran yang disebut “ toroida “. Berikut gambar solenoida ( A ) dan toroida ( B ).
SEJARAH MRI
Penemuan MRI tidak muncul secara tiba-tiba akan tetapi melalui perkembangan ilmu yang mendukung terwujudnya teknologi MRI. Terdapat serentetan nama yang memiliki andil yang cukup besar dalam mewujudkannya.
Mendeleyev dan Mayer tahun 1869 menyusun unsur-unsur atom dengan sistem periodiknya. Eniest Rutherford, Neils Bohr dan James Chud pada tahun 1911 berjasa dalam teori tentang struktur atom. Kemudian Felix Block dan Edward Purcell keduanya menerima hadiah nobel di bidang fisika pada tahun 1952 mengungkapkan perilaku inti atom seperti sebuah magnet kecil, yang dapat melakukan spin dan precessing dengan berlandaskan pada rumus larmor ( akan dibahas ) yang merupaka
dasar utam terciptanya MRI. Tahun 1960 seorang ahli fisika yang dapat dianggap palinh berjasa dalam pengembangan MRI adalah Raymond Damadian telah melakukan rentetan penelitian dan mampu membedakan jaringan- jaringan tumor ganas dan jaringan normal. Disusul kemudian tahun 1974 ia mendemonstrasikan tumor tikus secara kasar dengan citra MRI dan tahun 1976 menghasilkan citra tubuh manusia dengan memerlukan waktu pemeriksaan 4 jam. Tahun 1977 bersama Paul Luterbur menyempurnakan dan resmi menjadi salah satu instrumen pencitraan medik.

PRINSIP DASAR MRI
Tubuh manusia sebagian besar terdiri dari air ( H2O ) yang mengandung 2 atom hydrogen yang memiliki no atom ganjil ( 1) yang pada intinya terdapat satu proton. Inti hydrogen merupakan kandungan inti terbanyak dalam jaringan tubuh manusia yaitu 1019 inti/ mm3 , memiliki konsentrasi tertinggi dalam jaringan 100 mmol/ Kg dan memiliki gaya magnetic terkuat dari elemen lain.
Dalam aspek klinisnya, perbedaan jaringan normal dan bukan normal didasarkan pada deteksi dari kerelatifan kandungan air ( proton hydrogen ) dari jaringan tersebut. Proton proton memiliki prilaku yang hampir sama dengan prilaku sebuah magnet. Sebab proton merupakan suatu partikel yang bermuatan positif dan aktif melakukan gerakan mengintari sumbunya ( spin ) secara kontinyu. Secara teori jika suatu muatan listrik melakukan pergerakan maka disekitarnya akan timbul gaya magnet dengan demikian proton proton dapat diibaratkan seperti magnet magnet yang kecil ( Bar Magnetic ). Secara ringkas prosedur pembentukan gambar pada pemeriksaan MRI adalah pasien diletakan dalam medan magnet yang kuat selanjutnya dipancarkan sebuah gelombang radio, ketika gelombang radio dimayikan ( turn off ) pasien memancarkan signal yang berasal dari proton proton tubuh pasien dan signal tersebut akan diterima oleh antenna dan dikirim ke sisitem komputer untuk direkonstruksi menjadi gambar. Proses terjadinya signal MRI yang berasal dari pasien tersebut melalui 3 fase fisika yaitu : Fase Presesi ( Magnetisasi ), Fase Resonansi dan Fase Relaksasi.
FASE PRESESI
Telah diketahui inti sebuah atom terdiri dari neutron yang tidak bermuatan ( netral ) dan proton yang bermuatan positif. Proton proton yang bersifat magnetic memiliki medan magnet yang mengarah pada 2 kutub ( utara dan selatan ) mirip
dengan sebuah magnet kecil ( sebagaimana yang telah dijelaskan ) sehingga proton proton dengan kutubnya tersebut lazim disebut “ Magnetic Dipole “. Pada atom dengan nomor atom genap, inti atom ( partikel elementer ) akan berpasang pasangan sehingga saling meniadakan efek magnetik masing masing dengan demikian tidak terdapat inti bebas yang akan membentuk jaringan magnetisasi sehingga sulit untuk
dirangsang agar terjadi pelepasan signal. Sebaliknya atom atom dengan nomor atom ganjil memiliki inti atom bebas yang akan menghasilkan jaringan magnetisasi, sehingga materi lain selain hydrogen ( dengan 1 proton pada intinya ) juga memungkinkan pengembangan pemeriksaan MRI pada jaringan yang mengandung natrium ( NA 23- Proton 11 dan neutron 12 ), phospor ( NA 31 – 15 proton dan 16 neutron ) dan Potassium ( NA 39-19 proton dan 20 neutron ).
Dalam keadaan normal proton proton hydrogen dalam tubuh tersusun secara acak sehingga tidak dihasilkan jaringan magnetisasi. Ketika pasien dimasukan kedalam medan magnet yang kuat dalam pesawat MRI, magnetik dipole ( proton proton ) tubuh pasien akan searah ( parallel ) dan tidak searah ( antiparallel ) dengan kutub medan magnet pesawat. Selisih proton proton yang searah dan berlawanan arah amat sedikit dan tergantung kekuatan medan magnet pesawat dan selisih inilah yang akan merupakan inti bebas ( tidak berpasangan ) yang akan membentuk jaringan magnetisasi. Berikut skema perbedaan kekuatan medan magnet terhadap terjadinya proton proton bebas pada setiap 2 juta dipole ;
0.5 Tesla = Dipole paralel dan anti paralel masing-masing 1 juta dan
dipole bebas 3
1 Tesla = Dipole paralel dan anti paralel masing-masing 1 juta dan
dipole bebas 6
1.5 Tesla = Dipole paralel dan anti paralel masing-masing 1 juta dan
dipole bebas 9

Sebagai contoh dapat dikemukan sebagai berikut :
Misal pada pesawat MRI dengan kekuatan medan magnet 1,5 tesla dan ukuran
Voxel adalah 2 x 2 x 5 mm = 20 mm3 berarti volume isi adalah 0,02
ml. Jika yang diperiksa adalah unsur air ( H2O ) maka :
Massa relatif ( Mr ) molekul H2O adalah 18 ( O16 dan 2H1 ), dengan jumlah
mol atom hydrogen dalam air adalah 2 mol. ( sebab dalam 1 molekul air
terdapat 2 mol hydrogen ) sehingga kandungan partikel proton hydrogen dalam 1
molekul air adalah 2 x 6,02 x 1023. 6,02 x 1023 adalah bilangan avugardo.
Yaitu = ketetapan yang menyatakan terdapat 6,02 x 1023 partikel dalam 1 mol /
unsure. Berarti dalam 1 molekul air terdapat partikel proton hydrogen
sebanyak 2 x 6,02 x 1023 partikel proton. Dalam 1 voxel air terdapat 1,388 x
1021 total proton hydrogen.
Jika kekuatan medan magnet pesawat MRI adalah 1,5 Tesla maka akan diperoleh
jumlah proton bebas yang membentuk jaringan dalam 1 voxel air yaitu : 1,388 x
1021 x 9 / 2 x 106 = 6.02 x 1015 proton.
Dipole yang membentuk jaringan magnetisasi tersebut cenderung dengan arah kurub medan magnet pesawat MRI ( B0 ) – dikenal juga dengan arah longitudinal (Z axis ). Jaringan magnetisasi itu sulit diukur karena arah induksi magnetnya sama dengan arah induksi magnet pesawat, sehingga dibutuhkan perubahan arah induksi magnet dari dipole dipole tersebut dengan menggunakan gelombang radio.
Dipole – dipole selain terus melakukan spin juga melakukan gerakan relatif. Gerakan relatif tersubut serupa dengan gerakan permukan gasing ( spinning to toy ) yang disebut gerakan presesi ( lihat gambar )
Frekuensi gerakan presesi tergantung pada jenis atom dan kekuatan medan magnet luar yang mempengaruhinya ( kekuatan medam magnet pesawat MRI ). Frekuensi presesi dapat dihitung berdasarkan rumus larmor berikut ini :
WO = Y . BO
Dimana : WO ( Omega Zerio ) = frekuensi presesi atau resonansi manetio
( 2,13 MHZ – 85 MHZ )
Y ( gamma ) = konstanta giromagnetik proton
( hydrogen 42,8 MHZ/Tesla )
BO = kekuatan medan magnet ( Tesla )
Dipole yang membentuk jaringan magnetisasi tersebut cenderung dengan arah kurub medan magnet pesawat MRI ( B0 ) – dikenal juga dengan arah longitudinal (Z axis ). Jaringan magnetisasi itu sulit diukur karena arah induksi magnetnya sama dengan arah induksi magnet pesawat, sehingga dibutuhkan perubahan arah induksi magnet dari dipole dipole tersebut dengan menggunakan gelombang radio.
Dipole – dipole selain terus melakukan spin juga melakukan gerakan relatif. Gerakan relatif tersubut serupa dengan gerakan permukan gasing ( spinning to toy ) yang disebut gerakan presesi
FASE RESONANSI
Mengetahui secara tepat frekuensi presesi proton proton sangat mutlak untuk menentukan besarnya frekuensi presesi gelombang radio ( RF ) yang akan dipancarkan untuk mengubah arah orientasi dipole yang membentuk jaringan magnetisasi.
Ketika proton proton hydrogen mengalami 1 presesi, maka proton proton akan mudah menyerap energi luar. Pada saat fase presesi itulah gelombang radio (RF) dipancarkan dan proton proton hydrogen akan menyerapnya dan mulai bergerak meninggalkan arah longitudinal ( L direction ) yang sejajar dengan arah kutub magnet pesawat menuju kearah transversal ( Tegak lurus terhadap sumbu medan magnet pesawat) dan menghasilkan magnetisasi transversal. Proton proton yang dapat dipengaruhi oleh gelombang radio hanyalah proton proton yang memiliki frekuensi presesi yang sama dengan frekuensi gelombang radio.
Fase proton proton bergerak meninggalkan sumbu longitudinal menuju arah transversal disebut sebagai fase resonansi.

FASE RELAKSASI
Ketika proton proton hydrogen berada pada bidang transversal, akan menginduksikan signal dalam bentuk gelombang elektromagnetik ( dikenal dengan MRI ) yang akan diterima oleh sebuah kumparan ( antenna ) penerima disisi pesawat MRI. Saat pancaran frekuensi radio dihentikan ( turn off ) proton proton secara perlahan lahan kehilangan energinya dan mulai bergerak meninggalkan arah transversal ( decay ) menuju kembali kearah longitudinal ( recovery ) sambil melepaskan energi yang diserapnya dari gelombang radio dalam bentuk gelombang elektromagnetik yang dikenal sebagai SIGNAL MRI, fase ini disebut fase relaksasi.
Fase relaksasi dibagi menjadi T1 dan T2. T1 didefenisikan sebagai waktu yang diperlukan proton proton hydrogen sekitar 63% telah berada kembali dalam arah longitudinal ( magnetisasi longitudinal ). T1 mencerminkan tingkat trnsfer energi frekuensi radio ( RF ) dari proton proton keseluruh jaringan sekitar ( Tissue-Lattice ) sehingga T1 biasa pula dikenal; istilah “ Spin Lattice-Relaxation”, dimana besar T1 tergantung pada konsentrasi dan kepadatan proton serta struktur kimiawi dari materi jaringan yang diperiksa ( Macromolecul enveiroment ). Jika T1 makin lama maka diperoleh signal yang makin besar.
Ketika pemberian gelombang radio 900 ( memutar proton proton ke arah transversal ) diperoleh signal dari arah transversal maksimum. Namun ketika RF 900 dihentikan magnetisasi transversal yang memancarkan signal awal maksimum berangsur angsur mulai berkurang ( Decay ). Awalnya presesi proton proton berada dalam laju dan arah yang sama ( fase yang sama ) namun secara perlahan satu sama lain keluar dari fase yang satu tersebut ( Dephasing ) disebabkan terjadinya interaksi masing proton dengan proton proton disekitarnya ( spin-spin interaction ). Interaksi spin spin merupakan suatu mekanisme tambahan yang dikonstribusikan oleh kenyataan bahwa medan magnetic eksternal dari pesawat MRI tidak betul betul
seragam ( homogen ) sehingga menghasilkan magnetisasi proton proton lokal yang tidak homogen ( local inhomogeneity ). Local inhomogeneity meningkatkan interksi spin spin dan mempercepat dephasing sehingga mempercepat penurunan besarnya signal ( signal decay ) ke nilai nol. Hal ini berarti terdapat adanya signal yang hilang ( loss of signal ). Waktu yang diperlukan proton proton dari keadaan magnetisasi transversal berkurang hingga sekitar 37 % saja merupakan nilai T2 yang sebenarnya. Kehilangan signal yang diakibatkan oleh medan magnetic lokal yang tidak homogen tersebut, menutupi nolai T2 yang sebenarnya. Nilai T2 yang diakibatkan oleh adanya medan magnetic yang tidak homogen diberi symbol T2*.
Nilai T1, T2 dan efek T2* terhadap nilai T2 yang sebenarnya dapat diperlihatkan pada kurva berikut :
Pada gambar ( A ) nilai T1 lebih cepat pada jaringan padat ( solid) dibandingkan cairan ( liquid ). Gambar ( B ) menunjukan defenisi T2 dan gambar ( C ) menunjukan efek T2* terhadap nilai T2 yang sebenarnya.
Medan magnetic lokal yang tidak homogen mengakibatkan terjadinya gerakan presesi proton proton yang tidak seragam ( acak ) sehingga menyebabkan terjadinya saling interaksi diantara mereka dengan demikian tidak ada signal yang terdeteksi sehingga seolah olah ada kehilangan signal ( loss of signal ). Hadirnya T2* mempersepat signal menuju ke nol, oleh karena itu prosedur pemeriksaan MRI salah satunya adalah mengurangi atau menghilangkan efek T2*, sehingga diperileh nilai T2 yang sebenarnya. Jika nilai T2 besar maka signal yang dihasilkan juga besar. Jadi proses deohasing diakibatkan oleh hasil interaksi spin spin yang sebenarnya dan interaksi spin spin akibat medan magnet yang tidak homogen ( T2* ).
Ringkasan Prinsip Dasar Pemeriksaan MRI
Secara ringkas dapat disimpulakan kejadian dan langkah – langkah pemeriksaan MRI sebagai berikut :
1. Penderita sebelum dimasukan kedalam medan magnet pesawat MRI, proton proton dalam tubuh tersusun secara acak, sehingga tidak ada jaringan magnetisasi.
2. Penderita ditempatkan dalam medan magnet, terjadi magnetisasi proton posisi parallel dan anti parallel serta melakukan gerakan presesi.
3. Pemberian gelombang radio ( RF ) proton menyerap energi dari gelombang radio tersebut dan melakukan magnetisasi ke arah transversal ( Fase Resonansi ).
4. Penghentian gelombang radio menyebabkan relaksasi ( kembali ke posisi awal ) dimana proton proton melepaskan energi berupa signal- signal elektromagnetik ( Signal MRI ).
5. Signal- signal diterima oleh sebuah koil antenna penerima.
6. Selanjutnya signal- signal tersebut diubah menjadi pulsa listrik dan dikirim ke sistem komputer untuk diubah menjadi gambar.

Untuk memperoleh nilai T1 dan T2 yang tidak dipengaruhi oleh T2* dibutuhkan rangkaian pulsa khusus ( special pulse sequence ) yaitu : Saturation Recovery, Inversion Recovery, dan Spin Echo Sequence.

SIGNIFIKASI SIGNAL MRI
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kekuatan signal MRI yaitu :
1. Medan Magnet Utama
Seperti yang telah dijelaskan bahwa kekuatan medan magnet luar ( magnet pesawat MRI ) mempengaruhi jumlah proton-proton bebas yang membentuk jaringan magnetisasi ( Proton-proton parallel yang tidak memiliki pasangan anti parallel ). Semakin besar kekuatan medan magnet utama maka semakin besar pula jumlah proton-proton bebas yang membentuk jaringan magnetisasi sehingga secara keseluruhan akan memberikan akumulasi signal yang semakin besar pula.
2. Proton Density ( Chemical Shift dan Dimensi Jaringan )
Jika materi yang diperiksa memiliki kandungan proton yang besar maka akan semakin banyak pula proton-proton bebas yang akan membentuk jaringan magnetisasi dihasilkan jika dibandingkan dengan materi yang memiliki kandungan proton-proton lebih kecil pada kuat medan magnet yang sama. Pada dasarnya kandungan proton ini dalam pemeriksaan MRI tergantung pada kandungan ( kadar ) air yang merupakan salah satu material dari komposisi kimia penyusun jaringan yang diperiksa.
3. Waktu Relaksasi ( T1 dan T2 )
Waktu relaksasi terdiri atas T1 dan T2. jika T1 lama maka diperoleh jumlah signal yang semakin besar pula sebaliknya jika T2 lama diperoleh signal yang semakin kecil.
Berikut ini tabel hubungan T1 dan T2 terhadap bermacam-macam jaringan tubuh pada medan magnet 1 Tesla :
T I S S U E  T1 ( mill second ) T2 (mill second )
Fat 180 90
Liver 270 50
Renal Cortex 360 70
White Matter 390 90
Splien 480 80
Gray Matter 390 100
Muscle 600 40
Renal Medulla 680 140
Blood 800 180
Cerebro Spinal Fluid 2000 3000
Water 2500 2500
4. Gerakan Fisiologi ( Flow Phenomena )

Sumber : http://www.babehedi.com/search/label/FISIKA%20IMEJING%20-%20MRI

Magnetic resonance Imaging (MRI)

Apa arti MRI itu???
MRI( Magnetic Resonance Imaging ) merupakan suatu alat diagnostik mutakhir untuk memeriksa dan mendeteksi tubuh anda dengan menggunakan medan magnet yang besar dan gelombang frekuensi radio, tanpa operasi, penggunaan sinar X, ataupun bahan radioaktif.
Dan berdasarkan dari pengertian secara fisis, MRI adalah suatu alat kedokteran di bidang pemeriksaan diagnostik radiologi, yang menghasilkan rekaman gambar potongan penampang tubuh / organ manusia dengan menggunakan medan magnet berkekuatan antara 0,064 – 1,5 Tesla (1 tesla = 10000 Gauss) dan resonansi getaran terhadap inti atom hidrogen.
Dasar dari pencitraan resonansi magnetik (MRI-Magnetic Resonance Imaging) adalah fenomena resonansi magnetik dari inti benda dimana sebuah inti benda yang dikenai medan meagnet kemudian mengasilkan gambar benda tersebut. Resonansi magnetik itu sendiri merupakan getaran inti atom karena adanya penyearahan momen magnetik inti dari bahan oleh medan magnetik luar dan rangsangan gelombang EM yang tepat dengan frekuensi gerak gasing inti tersebut.
Sebelumnya telah dijelaskan bahwa medan magnet yang digunakan berkekuatan dari 0,064 – 1,5 tesla. Dari interval tersebut, MRI dibagi menjadi 3 macam yang ditinjau dari kekuatanmedan magnetnya :
a. MRI Tesla tinggi ( High Field Tesla ) memiliki kekuatan di atas 1 – 1,5 T
b. MRI Tesla sedang (Medium Field Tesla) memiliki kekuatan 0,5 – T
c. MRI Tesla rendah (Low Field Tesla) memiliki kekuatan di bawah 0,5 T. 
Bagaimana cara kerja MRI??
  1. Pertama, putaran nukleus atom molekul otot diselarikan dengan menggunakan medan magnet yang berkekuatan tinggi.
  2. Kemudian, denyutan/pulsa frekuensi radio dikenakan pada tingkat menegak kepada garis medan magnet agar sebagian nuklei hidrogen bertukar arah.
  3. Selepas itu, frekuensi radio akan dimatikan menyebabkan nuklei berganti pada konfigurasi awal. Ketika ini terjadi, tenaga frekuensi radio dibebaskan yang dapat ditemukan oleh gegelung yang mengelilingi pasien.
  4. Sinyal ini dicatat dan data yang dihasilkan diproses oleh komputer untuk menghasilkan gambar otot.
Dengan ini, ciri-ciri anatomi yang jelas dapat dihasilkan. Pada pengobatan, MRI digunakan untuk membedakan otot patologi seperti tumur otak dibandingkan otot normal.
Prinsip dasar dari cara kerja suatu MRI adalah Inti atom Hidrogen yang ada pada tubuh manusia (yang merupakan kandungan inti terbanyak dalam tubuh manusia) berada pada posisi acak (random), ketika masuk ke dalam daerah medan magnet yang cukup besar posisi inti atom ini akan menjadi sejajar dengan medan magnet yang ada. Kemudian inti atom Hidrogen tadi dapat berpindah dari tingkat energi rendah kepada tingkat energi tinggi jika mendapatkan energi yang tepat yang disebut sebagai energi Larmor.
            Ketika terjadi perpindahan inti atom Hidrogen dari tingkat energi rendah ke tingkat energi yang lebih tinggi akan terjadi pelepasan energi yang kemudian ini menjadi unsur dalam pembentukan citra atau dikenal dengan istilah Free Induction Decay (FID). Secara sederhana prinsip tadi dapat dilihat pada gambar di bawah ini :
Tingkatan Energi Sebuah Inti Atom dengan Nomer Spin
Quantum 3
Beberapa faktor kelebihan yang dimiliki oleh MRI adalah kemampuannya membuat potongan koronal, sagital, aksial tanpa banyak memanipulasi posisi tubuh pasien sehingga sangat sesuai untuk diagnostic jaringan lunak. Kualitas gambar MRI dapat memberikan gambaran detail tubuh manusia dengan perbedaan yang kontras, sehingga anatomi dan patologi jaringan tubuh dapat dievaluasi secara teliti.

Alat MRI yang digunakan di Rumah Sakit
Secara garis besar instrumen MRI terdiri dari: 
a. Sistem magnet yang berfungsi membentuk medan magnet.
b. Sistem pencitraan berfungsi membentuk citra yang terdiri dari 3 buah kumparan koil, yaitu : Gradien koil X, untuk membuat citra potongan sagital, Gardien koil Y, untuk membuat citra potongan koronal, dan  Gradien koil Z untuk membuat citra potongan aksial. Bila gradien koil X, Y dan Z bekerja secara bersamaan maka terbentuk potongan oblik. 
c. Sistem frekuensi radio berfungsi membangkitkan dan memberikan radio frekuensi serta mendeteksi sinyal.
d. Sistem komputer berfungsi untuk membangkitkan urutan pulsa, mengontrol semua komponen alat MRI dan menyimpan memori beberapa citra. Sistem pencetakan citra, berfungsinya untuk mencetak gambar pada film Rongent atau untuk menyimpan citra.
Berikut ini contoh  potongan gambar hasil MRI :
Apa keunggulan MRI???
Selain menggunakan MRI, citra otak didapat menggunakan ComputedTomography (CT) scan. Tetapi ada beberapa kelebihan MRI dibandingkan dengan pemeriksaan CT scan yaitu:
a. MRI lebih unggul untuk mendeteksi beberapa kelainan pada jaringan lunak otak, sumsum tulang serta muskuloskeletal
b. Mampu memberi gambaran detail anatomi dengan lebih jelas
c. Mampu melakukan pemeriksaan fungsional seperti pemeriksaan difusi, perfusi dan spektroskopi yang tidak dapat dilakukan dengan CT scan
d. Mampu membuat gambaran potongan melintang, tegak, dan miring tanpa merubah posisi pasien
e. MRI tidak menggunakan radiasi pengion
Secara ringkas, proses terbentuknya citra MRI dapat digambarkan sebagai berikut: Bila tubuh pasien diposisikan dalam medan magnet yang kuat, inti-inti hidrogen tubuh akan searah dan berotasi mengelilingi arah/vektor medan magnet. Bila signal frekuensi radio dipancarkan melalui tubuh, beberapa inti hidrogen akan menyerap energi dari frekuensi radio tersebut dan mengubah arah, atau dengan kata lain mengadakan resonansi. Bila signal frekuensi radio dihentikan pancarannya, inti-inti tersebut akan kembali pada posisi semula, melepaskan energi yang telah diserap dan menimbulkan signal yang ditangkap oleh antena dan kemudian diproses computer dalam bentuk radiograf. 
Diagram Blok Proses MRI
      Dalam perkembangan dunia kedokteran,terutama dalam bidang instrumentasinya MRI berkembang pesat dengan bertambahnya kekuatan medan magnet yang dihasilkan, semakin tinggi kekuatan teslanya semakin tinggi kemampuan yang akan dihasilkan baik dari sisi pencitraan maupun dari sisi lain khususnya spektroskopi.
sumber : http://www.babehedi.com/search/label/FISIKA%20IMEJING%20-%20MRI

Kamis, 16 Mei 2013

Kontras Media

I. Pendahuluan
            Kontras Media mampu membedakan jaringan-jaringan pada gambar foto rontgen digunakan untuk membedakan jaringan-jaringan yang tidak terlihat dalam radiografi biasa. Dapat tampak karena perbedaan berat atom bagian tubuh dengan bahan kontras. 
 
II. Syarat-syarat Bahan Kontras Media :
  1. Tidak merupakan racun dalam tubuh.
  2. Dalam konsentrasi yang rendah telah dapat membuat perbedaan densitas yang cukup.
  3. Mudah cara pemakaiannnya.
  4. Secara ekonomi tidak mahal dan mudah diperoleh dipasaran.
  5. Mudah dikeluarkan dari dalam tubuh/larut sehingga tidak mengganggu organ tubuh yang lain.
III. Guna Kontras Media
  1. Memperlihatkan bentuk anatomi dari bagian yang diperiksa.
  2. Memperlihatkan fungsi organ yang diperiksa.
IV. Yang Harus Diingat :
      Setelah kontras media masuk melalui pembuluh darah, dia tidak menetap disitu tetapi :
1.      Difusi ke cairan tubuh, khususnya cairan ekstraseluler.
2.      Dalam beberapa saat sampai ke arteri ginjal.
3.      Di eksresi oleh ginjal ke dalam Calic Pelvis.
 
V.  Pengaruh Ion
            Antara kontras media ionik dan non ionik terdapat perbedaan yang jelas, karena masih mengandung ion dalam pada molekulnya dan yang lain tidak. Ion-ion dalam cairan kontras media tersebut dapat terlepas dan akan mempengaruhi struktur jaringan dalam tubuh. Jika disuntikan karena terjadi ion interchange diantara sel-sel tubuh dengan kontras media ionik yang masuk, hal ini berakibat efek samping seperti mual dan alergi, muntah, pusing, bahkan panas dan shock anafilaktik.
 
VI. Ikatan Ion Kontras Media dalam X-Ray :
·        Ionik → kontas media masih mempunyai ikatan dalam molekul garamnya
·        Non Ionik → kontras media yang tidak mempunyai ion didalam molekul garamnya.
 
VII. Jenis Bahan Kontras Media
  1. Ionik Monomer
    • 3 atom yodium
    • ion
    • 1 gugus karboxil peranion
    • osmolalitas tinggi
2.      Ionik Dimer
·        6 atom yodium
·        ion
·        1 gugus karboxil dan hidroxil
·        osmolalitas rendah
3.      Non Ionik Monomer
·        3 atom yodium
·        tanpa ion
·        tanpa gugus karboxil
·        4 sampai 6 gugus hidroxil
·        osmolalitas rendah
4.      Non Ionik Dimer
·        6 atom yodium
·        tanpa ion
·        tanpa gugus karboxil
·        lebih dari 8 gugus hidroxil
·        hiposmolar/isosmolar
 
VIII. Viskositas
            Diukur dengan tingkat mengalirnya melalui tabung kapiler kecil dalam standar tekanan dan temperatur yang ditentukan. Hal ini berhubungan dengan kekuatan yang perlukan untuk menyuntikan yang membatasi tingkat kecepatan penyuntikan. Pada kateterisasi diperlukan penyutikan cepat dibandingkan biasanya, sehingga kontras media yang dipilih adalah yang paling rendah viskositasnya. Viskositas dapat dikurangi dengan merendahkan tingkat konsentrasi iodium dan tentu akan berpengaruh pada opasitas gambar. Dapat juga kontras media dipanaskan pada temperatur tententu untuk mengurangi viskositas dan sesuai dengan temperatur tubuh.
 
IX. Osmolalitas
            Osmolalitas adalah tekanan osmotik yang terdapat pada partikel yang dilarutkan dalam suatu larutan tertentu hal ini berpengaruh terhadap toleransi kontras media pada tubuh. Makin tinggi tekanan osmotik semakin jelek toleransi kontras media tersebut terhadap tubuh. Kontras media ionik mengalami pemecahan ion, sedangkan pada non ionik tidak terjadi pemecahan ion. Sehingga osmolalitas ionik jauh lebih rendah dibandingkan non ionik. Ukuran satuan osmolaitas = MOSM/Kg H2O.
            Pengaruh osmolaitas secara klinis adalah rasa panas, tidak nyaman, nyeri, kerusakan pada otak dan pembuluh darah, kerusakan pada ginjal, gangguan keseimbangan elektrolit pada anak-anak.
 
X. Prinsip Fisika Media Kontras Pada Imejing
·        Timbulnya kontras gambaran hitam putih  pada imejing dari media kontras dan jaringan sekitarnya karena prinsip ATENUASI.
·        Atenuasi terjadi bila ada perbedaan penyerapan radiasi sinar-X yang disebabkan karena nomor atom yang berbeda, kerapatan organ, ketebalan objek berbeda. 
 
XI. Penyebab Reaksi Terhadap Bahan Kontras Media
1.      Khemotoksisitas :
·        Struktur kimia molekul
·        Hidroksil banyak, reaksi rendah
·        Ikatan dengan protein plasma/membran sel, memblok enzim, mengubah fungsi seluler, melepas substasnsi vasoaktif.
            2.   Osmotaksisitas :
·        Efek Osmotik menarik air molekul membran dalam tubuh.
·        Hypertonic bahan kontras media terhadap plasma, menyebabkan rasa sakit (pain), vasodilitasi, hipotensi, kekakuan sel eristrosit.
3.   Toksisitas Ion :
·        Jumlah ion-ion yang bersentuhan dengan fungsi seluler.
4.   Dosis :
·        Dosis besar menyebabkan terjadinya reaksi lebih besar.
            Sebagian besar reaksi kontras media adalah ringan kontras media non ionik terbukti lebih sedikit reaksi anafilaktik dari pada kontras media ionik. Diperkirakan rekasi kontras media non ionik 3-10 kali lebih rendah daripada kontras media ionik. Kontras media ionik lebih bereaksi dibanding non ionik karena kontras media ionik masih mengandung ion dan ketika masuk kedalam tubuh, ion-ion tersebut dilebihkan dan terjadi intercemible didalam sel-sel tubuh kita dan kontras media ionik mempunyai osmolaritas yang tinggi, maka akan bereaksi.
 
XII. Contoh-contoh Kontras Media Ionik dan Non Ionik
 
ANGIOGRAFIN
  • Angiografin merupakan jenis kontras media ionik.
  • Komposisi 1 ml Angiografin mengandung 0,65 gr Meglumine Amidotrizoate
( meglumine diatrizoate ) dalam setiap larutan.
  • Angiografin mempunyai viskositas (kekentalan) yang tinggi, serta mempunyai osmolalitas (daya larut) yang tinggi pula.
  • Indikasi :
Angiografin digunakan untuk Intravenus urografi, Retrograde Urografi, Cerebral Thoracic, Abdominal dan Ekstremitas angiografi, Plebografi, Computerize Tomography (CT).
  • Kontra indikasi :
Angiografin tidak baik digunakan untuk Myelografi, Ventrikulografi, Sisternografi, karena bisa menimbulkan neurotoksis.
IOPAMIRO
  • Iopamiro merupakan jenis kontras media non ionik.
  • Iopamiro mempunyai jenis molekul benzine dikarboxamide monomerik.
  • Tekanan osmotik yang rendah, sifat non ionik dari molekul serta kemotoksitas yang rendah merupakan toleransi dari Iopamiro.
  • Indikasi :
1.   Kasus-kasus neurologis (Myeloradikulografi, Sisternografi, dan Ventrikulografi).
2. Kasus-kasus Angiografi (Cerebral Angiografi, Coronoriarteriografi, Thorasic aortografi, Abdominal aortografi, DSA)
3.   Kasus urografi (Intravena urografi, kontras enhancement pada CT Scanning, Artrografi, Fistulografi)
  • Kontra indikasi:
Tidak ada kontra indikasi yang sifatnya absolut pada pemakain Iopamiro, kecuali waldenstrom’s, macroglobulinemia, multiple myeloma serta penyakit hati dan ginjal.           

sumber : http://www.babehedi.com/search/label/BAHAN%20KONTRAS